Catatan mengenai
PAMOR KERIS
PAMOR
Pamor
merupakan hiasan atau motif atau ornamen yang terdapat pada bilah tosan aji
(Keris, Tombak,
Pedang
atau Wedung dan lain lainnya). Hiasan ini dibentuk bukan karena diukir atau
diserasah (Inlay)
atau
dilapis tetapi karena teknik tempaan yang menyatukan beberapa unsure logam yang
berlainan.
Teknik
tempa ini sampai saat ini hanya dikuasai oleh para Empu dari wilayah Nusantara
dan
sekitarnya
saja (Malaysia, Brunei, Philipina dan Thailand) walau ada yang berpendapat asal
teknik ini
dari
Tibet atau Nepal, tetapi pendapat tersebut tidak beralasan sama sekali.
Diluar
wilayah Nusantara dan sekitarnya biasanya hanya dikenal teknik Inlay saja
seperti pedang dari
Iran
atau negara Eropa lainnya sehingga walau secara seni (art) tampak indah tetapi
kesan “Wingit”
nya
tidak ada sama sekali.
Ada
kalanya Pedang buatan Empu diluar wilayah Nusantara terdapat juga Pamor, tetapi
biasanya
karena
tanpa sengaja sewaktu dibuat pedang tersebut tercampur beberapa logam lainnya
yang
mengakibatkan
timbulnya pamor tersebut, kadangkala munculnya pamor tersebut setelah pedang
tersebut
berumur ratusan tahun.
Ini
pula yang mungkin menjadi dasar Empu diwilayah Nusantara (Khususnya Jawa) yang
mengolah
cara
pencampuran berbagai logam sehingga terbentu pamor yang indah dan bernilai seni
tinggi.
Bahan
pamor ini oleh kebanyakan penulis dari barat dikatakan dari bahan Nikel,
padahal ini salah
sama
sekali karena berdasarkan penelitian oleh Bapak. Haryono Aroembinang MSc (alm)
dan
beberapa
ahli di BATAN Jogjakarta didapat bukti bahwa bahan itu adalah Titanium, suatu
bahan yang
baru
pada abad 20 digunakan sebagai bahan pelapis kendaraan angkasa luar, padahal
empu kita
sudah
menggunakannya dari dulu. Ini diterangkan sebagai berikut, ketika meteor masuk
ke atmosfir
bumi
maka sebagian besar bahan tembaga, besi, nikel, timbel, kuningan terbakar
hancur dan hanya
titanium
yang bertahan sampai bumi. Bahan baku pamor dahulu dibuat dari meteor yang
terdapat
dibumi
sehingga keris jaman dulu banyak mengandung Titanium dan beratnya juga ringan.
Terkenal
dulu bahan pamor dari Luwu, Sulawesi Selatan yang dibawa oleh pedagang dari
Bugis.
Bahan
Pamor yang paling terkenal adalah Pamor Prambanan, saat ini ada di Kraton
Surakarta diberi
nama
Kanjeng Kyai Pamor dan ukurannya sekarang tinggal sekitar 60x60x80 Cm sebesar
meja kecil
karena
sudah banyak digunakan empu membuat karis pesanan dari Kraton.
Setelah
bahan meteorit susah didapat, barulah bahan Nikel digunakan, sehingga keris
saat ini bobot
nya
biasanya lebih berat dari keris kuno.
PAMOR
MLUMAH, PAMOR MIRING.
Dilihat
dari cara pembuatannya sebetulnya hanya dua cara pembuatan Pamor yang baik
yaitu Mlumah
dan
Miring. Pamor mlumah adalah lapisan-lapisan pamornya mendatar sejajar dengan
permukaan
tosan
aji sedangkan pamor miring lapisan pamornya tegak lurus permukaan bilah.
Ada
juga tosan aji yang dibuat dengan kombinasi pamor mlumah dan miring hanya saja
pembuatannya
sangat sulit, lebih sulit dari pembuatan pamor miring.
Pamor
Mlumah biasanya bermotif Beras Wutah, Ngulit Semangka, Satria Pinayungan, Udan
Mas,
Wulan-wulan
dan sebagainya, sedangkan Pamor Miring umumnya motif Adeg, Batu Lapak, Sodo
Saeler,
Tumpuk dll. Kesan Pamor Miring agak kasar bila diraba bilahnya dan nyekrak
dibanding pamor
mlumah.
Apabila
lipatannya banyak, baik di pamor mlumah atau
miring,
maka hasilnya kemungkinan akan menjadi pamor
luluhan,
praktis pamor dan besi sudah “menyatu” walau
tidak
terlalu homogen, ini akan terlihat dengan
menggunakan
kaca pembesar.
Pamor
luluhan yang gampang terlihat antara lain di
keris
buatan Empu Pitrang dijaman Blambangan, diantara
pamor
Adeg pada beberapa bagian bilah tampak pamor
luluan
yang sepintas seperti pamor Nggajih.
Kalau
lipatannya lebih banyak lagi seperti buatan Empu Pangeran Sedayu maka pamor
luluhan ini
tidak
tampak dengan mata telanjang dan sangat kecil atau tiad mungkin kena karat
karena
menyatunya
bahan pamor dengan bahan besinya.
Cara lainnya.
Ada
cara lain membuat pamor selain Mlumah dan Miring yaitu dengan cara mengoleskan
bahan
pamor
ke bilah, biasanya bukan dari batu meteorit tetapi logam yang titik leburnya
lebih rendah dari
besi,
caranya dengan menuangkan bahan tersebut yang cair kebilah besi yang membara
kemudian
dioleskan
dengan ujung mancung (kelopak bunga) kelapa sebelum bahan cair tersebut
mengeras dan
dibuat
pamor yang dikehendaki si Empu. Hasilnya umumnya kasar bila diraba dan pamor
ini disebut
Ngintip
(dari Intip/Kerak nasi).
Cara
ini hanya digunakan Empu luar keraton, empu Desa atau
disebut
juga empu Njawi.
Ada
lagi cara membuat pamor dengan menyiramkan bahan
pamor
cair ke bilah membara dari pangkal keris keujungnya,
pamornya
dinamakan Nggajih karena menyerupai lemak.
PAMOR REKAN dan PAMOR
TIBAN.
Sewaktu
membuat keris, Sang Empu berpasrah diri kepada Tuhan YME dan menyerahkan saja
bagaimana
bentuk pamor yang terjadi maka biasanya pamor yang timbul disebut pamor Tiban,
sedangkan
bila selama pembuatan direka oleh sang Empu maka pamor yang terjadi disebut
pamor
rekan.
Pamor
rekan sering juga gagal dalam pembuatannya, misal sang empu ingin membuat pamor
Ron
Genduru
tetapi jadinya malah Ganggeng Kanyut.
Sebenarnya
agak sulit membedakan mana pamor rekan atau tiban karena bisa dilihat dari
sudut
pandang
yang berbeda-beda.
PAMOR MUNGGUL
Banyak
yang menganggap pamor ini pamor titipan, selain itu banyak yang menganggap ini
sebagai
pamor
tiban karena tidak bisa dibuat secara sengaja.
Pamor
ini seperti bisul menonjol sekitar 1 mm diatas
permukaan
bilah umumnya berbentuk lingkaran, baik bulat
atau
lonjong tetapi ada yang berbentuk gambar membujur
lancip
panjang. Letaknya bisa dibagian sor-soran, tengah
ataupun
pucuk. Bisa ditepi atau tengah bilah dan termasuk
pamor
yang baik serta dicari banyak orang.
Bagaiman
pamor ini timbul tidak bisa diterangkan secara
pasti,
tetapi diduga saat “masuh” atau membersihkan bahan
keris
dari kotoran, ada unsur logam lain yang menyelip dan
lebih
keras dari unsur logam besi, tetapi ini baru dugaan saja.
PAMOR AKHODIYAT.
Namanya
kadang Akordiyat, Kodiyat atau Akadiyat. Wujudnya menyerupai lelehan dari tepi
bentuk
pamor
dengan warna putih cemerlang keperakan dan lebih cemerlang dibanding keputihan
pamor
pada
umumnya.
Ada
yang menganggap sebagai pamor titipan atau “sifat” dari pamor tersebut,
ternyata semua salah.
Sebetulnya
ini terjadi karena penempaan pamor tersebut dilakukan pada suhu yang tepat yang
berbeda
setiap bahannya, jadi susah diduga berapa suhu yang tepat itu, sehingga banyak
yang
sepakat
bahwa pamor ini dikategorikan ke pamor tiban.
Di
Madura biasa disebut pamor “dheling”, kalau tersebar dipermukaan bilah disebut
“dheling setong”
dan
dianggap mempunyai tuah baik.
Pamor
dheling yang terbaik terdapat di pucuk bilah dan disebut “dheling pucuk” dan
atau dibagian
peksi
yang disebut “dheling peksi”.
PAMOR TITIPAN.
Pamor
ini berbentuk rangkaian kecil yang
merupakan
perlambang atau tuah tertentu dan
pamor
ini jarang berdiri sendiri, umumnya
tergabung
dengan pamor lain yang lebih
dominan,
antara lain Beras Wutah, Pulo Tirto atau
Pendaringan
Kebak.
Pamor
ini ada yang merupakan pamor tiban, tidak
sengaja
dibuat seperti Pamor Rahala, Dikiling,
Inkal,
Putri Kinurung, Gedong Mingkem, Jung Isi
Dunya,
Telaga Membleng dll.
Pamor
titipan yang merupakan pamor rekan
antara
lain yang terkenal adalah Kuto Mesir, Kul
Buntet,
Udan Mas, Watu Lapak dll.
Pamor
Titipan yang merupakan pamor tiban dibuat bersama dengan pamor lainnya
sedangkan yang
rekan
biasanya dibuat setelah pamor dominan jadi, merupakan pamur yang disusulkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar